Monday, January 4, 2010

freewill

salahkan twitter dan salahkan film- film itu yang telah membuat saya jarang sekali update blog!
salahkan mereka! dan jangan salahkan saya!
saya hanya korban!
semua salah twitter!
dia menggoda saya!
bitching around dalam 140 karakter ternyata lebih menggiurkan ketimbang bikin tulisan panjang yang belom tentu dibaca orang ini...
jadi tolong! jangan salahkan saya!
*oke, cukup neurotic moment nya ya nak!*

beberapa hari yang lalu, gue nonton film judulnya "The Brothers Bloom" (Adrien Brody, Mark Ruffalo, Rachel Weisz) ceritanya soal con man yang hidup dengan ngejalanin role yang mereka bikin buat dapetin uang. gue inget banget ada quote nya yg bilang "i just want an unwritten life..".
gue selalu beranggapan kalau kita itu ngejalanin apa yang udah direncanain buat kita, seolah kita cuma ngikutin role- role yang udah dikasih ke kita dengan segenap boundaries yang ada.
boundaries yang bisa berwujud peraturan, hukum, norma, nilai, dan ekspektasi.
ekspektasi diri kita sendiri, maupun ekspektasi orang- orang terhadap kita.
Seolah free will udah jadi barang langka.
Pas kebetulan baru- baru ini gue dikasih tugas buat bikin video tentang demokrasi yang bakal diikutin lomba di U.S embassy.
Jujur aja gue males banget, semua temen- temen gue juga super males.. Dan salah satu temen gue si vicka sapta mulai nge-tweet tentang bagaimana demokrasi seharusnya ngga memaksa mahasiswanya buat bikin video demokrasi dan ga maksa mahasiswa nya buat ikut lomba. Bagaimana demokrasi seharusnya bukannlah si dosen hanya memberikan teori- teori berdemokrasi sementara kita bahkan ngga diberi kesempatan berdemokrasi.
Sebenernya demokrasi kan adalah suatu bentuk jelas dari free will. Dimana seseorang punya hak untuk berpendapat, untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya, apa yang dia rasakan. Semua opini, ide, dan keinginan.
Tapi buat gue sendiri, "democracy is illusion. Democracy is a dream all the dreamers dreamed about. Democracy indeed a demoCRAZY.."
Karena sekarang ini, demokrasi cuma sesuatu yang kita pelajari, kita tau persis dan paham betul tanpa pernah benar- benar merasakannya..
Dan demokrasi layaknya aksesoris bermerk yang mahal.. Ngga semua orang punya. Dan ngga semua orang punya yang asli.
Maybe, negara kita, institusi pemerintahan kita, institusi pendidikan kita, lingkungan sekitar kita cuma punya demokrasi "KW 1" bukan yang asli. Itu kenapa kita, sebagai generasi muda suka males denger kata demokrasi.
Suka keburu pesimis dan cenderung miris karena kita tau pada akhirnya, yang punya kuasa akan tetap mengontrol kita dan lagi- lagi kita akan kembali terantuk dengan boundaries yang ada.
Kadang melelahkan try to pleased anyone else but ourself. Tapi memang kenyataannya free will atau freedom atau kebebasan itu bagaikan "a big fat giant lolly pop" for those who had diabetes.
Tempting, but we can't have it. Maybe one little lick would be no harm, but eat the whole lolly pop only risk your healthy.
Sama dengan kebebasan. Kebebasan, independency itu tempting banget. Semua orang mau punya kebebasan buat melakukan apapun yang mereka mau, semua orang mau bebas menyampaikan apa yang mereka pikir atau rasa. Tapi kenyataannya kita ngga bisa jadi bener- bener bebas. Ngga bisa bener- bener melakukan, memikirkan, atau mengatakan apa aja yang kita mau atau kita akan di cap sebagai pembangkang, pembelot, ngga pernah puas, kurang bersyukur dan sebagainya...
Yes, semua orang mau "unwritten life" dimana ngga ada marka- marka yang perlu dipedulikan. Ngga perlu berasa bahwa hidup adalah sebuah keharusan.
Tapi, bukan lagi masalah hidup yang gimana,
Bukan lagi masalah ingin hidup yang ini atau yang seperti itu,
Tapi masalah gimana menjalani hidup yang ini tanpa membuatnya seolah menjadi one bad-written life karena we can't do anything to change our life into someone else. Kita cuma bisa living it and make it valuable cos it is our life.
No matter how sucks or how bad it's been written.
It is still our life..

1 comments:

vic said...

ada gw nya soalnya

 
Original Layout By Yummy Lolly Layout Modification and Header Design By Reigina Tjahaya