right now, while i'm sitting here, in some random overrated highly priced coffee shop, with some superly delicious apple pie and not so tasty half empty cappuccino and not to mention a very- very- very awful indonesian's crappy song i don't know played in big screen, i feel somehow, alone.
gue belakangan jadi kebanyakan mikir, menulis setengah jadi, dan kembali mikir meski sebenernya gue ngga pernah bener- bener yakin sama apa yang gue pikirin.
belakangan semua nya seolah jadi seperti sebuah skenario drama, skenario drama murahan yang gue bahkan ngga pernah berani ngebayangin ini akan jadi drama gue. gue pikir ini hanya ada di kehidupan orang lain dan di TV.
all of this seems too much for me to handle.
all this drama is overwhelming...
first,
i'm not a drama kind of girl.
gue hanya mau segala sesuatu yang simpel.
yang ngga ribet.
termasuk romantisme.
gue hanya ingin yang simpel.
gue hanya ingin sebuah hubungan yang simpel.
se-simpel berbagi sepiring nasi goreng porsi besar,
se-simpel mug kembar berpasangan dengan desain lucu.
gue ngga pernah ingin hubungan penuh romantisme yang membawa komplikasi dan keruwetan disana- sini, di kanan-kiri.
gue hanya ingin segala sesuatu yang simpel. hubungan yang simpel.
tapi kayaknya emang ngga pernah ada yang simpel.
mungkin ini menjelaskan kenapa ngga pernah ada kisah drama yang simpel.
semua nya penuh dengan keruwetan, penuh dengan intrik, bumbu- bumbu pemanis dan pembuat pahit.
tidak ada yang simpel.
simplisitas sudah jadi barang langka nampaknya.
segala yang ruwet dianggap lebih baik, dianggap lebih hidup, dianggap lebih.
semua acara televisi, semua drama serial, tidak lagi menawarkan simplisitas.
semakin ruwet, dianggap semakin pintar.
semakin kompleks, dianggap semakin mengasah pikiran.
yeah, mengasah pikiran my ass!
kita hanya dibodohi dengan regulasi ruwet taik kucing karena yang mudah, yang simpel udah ngga laku.
sampai di point ini,
gue jadi bener- bener mikir,
apa bener udah ngga ada lagi setitik simplisitas yang tertinggal?
apa cuma pikiran gue aja yang membuat semua nya jadi semakin sulit, semakin kompleks, semakin ruwet padahal mungkin saja kenyataannya semua ini simpel?
ya...
mungkin sebenarnya semua ini simpel.
se-simpel setelah 1 itu 2. sebelum B itu A.
sesimpel tinggalkan atau terus tinggal.
sesimpel lupakan atau tidak lupakan.
sesimpel membiarkan diri terus memuat dosa atau membiarkan hati yang terus sakit.
mungkin sesimpel itu.
sesimpel hitam dan putih.
sesimpel aku, kamu, dan dia itu tidak pernah bisa jadi sebuah kalimat yang satu dalam hubungan romantisme mau se simpel apapun, se ruwet apapun.
0 comments:
Post a Comment